Jumat, 26 Februari 2016

TUHAN YANG MENUMBUHKAN BENIH

TUHAN YANG MENUMBUHKAN BENIH

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Februari 2016 

Baca:  1 Korintus 3:1-9

"Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah."  1 Korintus 1:3-9

Adalah suatu anugerah jika kita dipanggil Tuhan untuk melayani Dia atau bekerja di ladang-Nya.  Tuhan memilih dan memakai kita untuk menjadi alat-Nya bukan karena kita lebih hebat, lebih kuat dan lebih pintar dibandingkan dengan orang lain.

Keberhasilan kita dalam pelayanan bukan karena kuat dan gagah kita, tapi karena Roh Tuhan yang bekerja di dalam kita.  Jangan berkata bahwa suatu gereja menjadi besar karena kitalah donatur terbesarnya;  sekelompok jemaat sangat berkembang karena hasil usaha dan jerih lelah kita;  suatu pelayanan misi tidak akan berjalan tanpa kita;  kesembuhan dan mujizat terjadi karena kita yang melayani dan berdoa.  Rasul Paulus berkata,  "Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan."  (ayat 6). 

Yang terpenting bukan siapa pendetanya, siapa gembalanya, siapa pengkhotbahnya atau penginjilnya, melainkan Tuhan sendiri yang memberi pertumbuhan.  Semua pelayan Tuhan, baik itu pendeta, gembala, penginjil, pemimpin pujian, guru sekolah minggu hanyalah kawan sekerja yang bekerjasama dengan Tuhan untuk memelihara, menjaga dan mengembangkan jemaat atau gereja di dunia ini.  Tanpa pertolongan Roh kudus apa yang dapat kita capai dalam pelayanan kita?  Kemampuan, talenta dan juga karunia, Tuhanlah yang memberi.  Ibarat mendirikan sebuah rumah, kita adalah seorang tukang, sedangkan Tuhan adalah pemberi modal, menyediakan bahan bangunan dan alat-alat pertukangannya, peralatannya.  Jika Tuhan tidak menyediakan modal, tidak menyediakan bahan dan alat-alatnya, mungkinkah kita bisa membangun sebuah rumah?  Tidak seharusnya kita menjadi sombong dan memegahkan diri karena kita tak lebih dari seorang hamba atau pelayan yang bertugas untuk melayani Tuan kita.

"Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."  (Lukas 17:10).  Tanpa pertolongan Roh Kudus kita tidak mungkin bisa memenangkan jiwa bagi Tuhan.

Boleh saja kita mahir dalam berkhotbah dan mengajar, tapi kalau Tuhan tidak menumbuhkan benih firman yang kita tabur, semua usaha kita akan sia-sia!

TENANG MENGHADAPI SEGALA HAL

TENANG MENGHADAPI SEGALA HAL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Februari 2016

Baca: 1 Petrus 4:7-11

"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 1 Petrus 4:7

Hari-hari ini banyak orang mudah sekali terpancing emosi dalam bertindak alias tidak tenang. Karena tidak tenang kita pun sering keliru dalam membuat keputusan, sehingga ini berimbas kepada tindakan yang ceroboh.

Rasul Petrus menasihati orang percaya untuk bisa menguasai diri dan tetap tenang di segala situasi supaya dapat berdoa. Ketika kita dalam posisi tidak tenang, panik, gelisah, emosi, jengkel, marah, galau atau gundah gulana tentunya akan sulit untuk berdoa. Ada banyak hal di dunia ini yang membuat orang tidak bisa tenang dalam menjalani hidup: masalah, tekanan, tuntutan pekerjaan, pengaruh lingkungan dan masih banyak lagi. Sampai kapan pun dunia tidak akan pernah memberikan rasa tenang bagi kita. Karena itu rasa tenang dalam diri orang percaya seharusnya tidak ditentukan oleh situasi atau keadaan yang terjadi di sekitarnya, sebab rasa tenang itu sesungguhnya merupakan sebuah keputusan atau ketetapan hati. Sedahsyat apa pun badai gelombang menerpa kita bisa membuat keputusan untuk tetap tenang. Mengapa kita harus selalu tenang? "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Milikilah reaksi dan sikap positif untuk setiap situasi atau masalah yang terjadi. Bila sikap kita positif maka hati dan pikiran kita dipenuhi oleh "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji..." (Filipi 4:8).

Selalu berpikiran positif itulah yang membuat kita tetap tenang, karena kita tahu benar bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, dan bahwa pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan kita, karena di dalam Tuhan selalu ada jalan keluarnya. Kegagalan seringkali kita alami bukan karena kita terlalu lemah atau masalah yang terlalu besar, tetapi karena kita sendiri tidak tenang menghadapinya.

Dalam situasi apa pun, "Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut..." Yesaya 7:4

ORANG PERCAYA: Tidak Perlu Takut

ORANG PERCAYA: Tidak Perlu Takut
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Februari 2016

Baca: Mazmur 56:1-14

"Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut." Mazmur 56:4-5

Di hari-hari seperti sekarang ini tak bisa dipungkiri banyak orang dihantui rasa takut. Banyak faktor yang membuat orang menjadi takut: keadaan ekonomi yang buruk, nilai mata uang rupiah yang merosot, bencana alam terjadi di mana-mana sehingga orang menjadi takut terhadap masa depan hidupnya. Kata takut berarti merasa gentar atau ngeri menghadapi sesuatu yang dianggapnya akan mendatangkan bencana. Jika ketakutan dibiarkan berlarut-larut sehingga menjadi sangat berlebihan akan menimbulkan phobia, yaitu rasa ketakutan yang berlebihan terhadap suatu benda, situasi atau kejadian yang ditandai dengan keinginan untuk lari atau menjauhi sesuatu yang ditakuti tersebut.

Punya rasa takut adalah hal yang manusiawi, tetapi jika kita terus hidup dalam ketakutan setiap hari adalah tidak wajar, apalagi bagi kita orang percaya. Ketakutan yang terus dipelihara akan berdampak sangat buruk bagi diri sendiri. "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku. Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul." (Ayub 3:25-26). Jangan biarkan roh ketakutan membelenggu hidup kita! Kalau kita percaya sungguh kepada Tuhan, percaya akan firman-Nya dan memegang teguh setiap janji-Nya tentu kita tidak akan hidup dalam ketakutan lagi.

Kunci agar terbebas dari ketakutan adalah hidup dalam kebenaran. Asal kita melakukan apa yang baik dan benar, taat melakukan yang Tuhan kehendaki maka kita akan hidup dalam damai sejahtera, ketenangan dan ketenteraman. "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." (Yesaya 32:17). Jika Tuhan ada di pihak orang benar, "Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 56:5b). Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi, semua kembali pada seberapa besar iman percaya kita terhadap janji Tuhan.

Bersama Tuhan kita cakap menanggung segala sesuatunya, sebab "...tangan kanan-Mu memegang aku." Mazmur 139:10

TIDAK TERPENGARUH KEADAAN

TIDAK TERPENGARUH KEADAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Februari 2016

Baca: Mazmur 13:1-6

"Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu." Mazmur 13:6a

Adakalanya dalam perjalanan hidup ini kita harus melewati masa-masa yang sangat sulit dan kelam seperti Daud. Setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan, lari dari satu tempat ke tempat lain, bersembunyi dari satu lembah ke lembah lain (karena terus dikejar-kejar Saul yang menginginkan kematiannya) maka sampailah Daud kepada raja Akhis, orang Filistin, dan menetap di sana untuk beberapa waktu lamanya. Di sana ia pun beroleh kepercayaan dari raja Akhis sehingga raja memberikan daerah Ziklag kepada Daud dan pengikutnya untuk didiami (baca 1 Samuel 30:1-25).

Suatu ketika terjadilah peperangan antara orang Filistin dan orang-orang Israel, dan raja Akhis mengajak Daud untuk turut berperang. Tetapi keberadaan Daud dalam team perang ini menimbulkan kecurigaan orang-orang Filistin, mereka meragukan loyalitas Daud, pikir mereka: Jangan-jangan Daud tidak berperang dengan sepenuh hati, lalu berubah haluan memihak kepada bangsanya sendiri." Maka mereka pun sepakat memulangkan Daud beserta orang-orangnya kembali ke Ziklag. Apa yang terjadi? Ternyata Ziklag telah dibumihanguskan oleh orang-orang Amalek, semua harta benda dijarah, isteri-isteri dan anak-anak mereka ditawan. Peristiwa ini benar-benar memilukan hati, sampai-sampai para pengikutnya hendak melempari Daud dengan batu. "Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya." (1 Samuel 30:6).

Secara manusia Daud punya alasan menjadi lemah, kecewa dan frustasi, tetapi ada sikap yang patut kita teladani yaitu Daud tidak terprovokasi oleh situasi yang ada, melainkan menguatkan hatinya untuk tetap percaya kepada Tuhan. Terbukti Daud menyuruh imam Abyatar untuk mengambilkan baju efod untuknya (baca 1 Samuel 30:7). Baju Efod adalah pakaian khusus untuk seorang imam besar sebagai pertanda bahwa ia sedang mencari kehendak Tuhan atau meminta petunjuk dari Tuhan.

Mencari hadirat Tuhan adalah cara terbaik untuk membangun iman. Dalam keadaan terjepit umumnya orang mudah sekali panik, tidak lagi berpikir jernih, menyalahkan orang lain dan keadaan, bahkan berani menyalahkan Tuhan.

"kepada TUHAN aku percaya dengan tidak ragu-ragu." Mazmur 26:1

Rabu, 17 Februari 2016

KUNCI KEBAHAGIAAN KELUARGA

KUNCI KEBAHAGIAAN KELUARGA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Februari 2016

Baca: Mazmur 128:1-6

"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!" Mazmur 128:1

Setiap orang yang sudah berumah tangga pasti memiliki harapan rumah tangga yang dibangunnya kokoh, langgeng, berbahagia. Untuk mewujudkan itu hal utama yang harus diperhatikan adalah kekuatan fondasinya, sebab fondasi menentukan kekokohan suatu bangunan menghadapi goncangan dan badai.

Fondasi yang kuat bagi kehidupan rumah tangga atau keluarga adalah takut akan Tuhan (ayat nas). Takut akan Tuhan berarti "...hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya." Jika kita sudah membangun fondasi keluarga dengan hati takut akan Tuhan, maka berkat akan dicurahkan dalam kehidupan keluarga kita. "...engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!" (ayat 2). Kalimat 'hasil jerih payah tanganmu' berbicara tentang pekerjaan, usaha, bisnis atau apa saja yang kita kerjakan, termasuk pelayanan, yang akan dijadikan Tuhan berhasil dan beruntung. Takut akan Tuhan berbicara ketaatan, dimana setiap ketaatan selalu mendatangkan upah atau berkat dari Tuhan. Berkat tersebut akan dinikmati oleh seluruh anggota keluarga, bahkan sampai keturunan selanjutnya.

Adalah sia-sia jika kita membangun rumah tangga jika tidak melibatkan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia. "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur." (Mazmur 127:2). Keadaan ini sama seperti yang disampaikan nabi Hagai, "Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? demikianlah firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri." (Hagai 1:9). Jangan karena terlalu sibuk mengejar materi duniawi lalu mengenyampingkan perkara-perkara rohani, lupa membangun mezbah doa, lupa mengembalikan persepuluhan, yang akhirnya justru menghalangi berkat kita sendiri.

Kunci kebahagiaan keluarga tidak diperoleh dari apa yang ada di dunia ini, namun hanya diperoleh ketika kita memiliki hati yang takut akan Tuhan.

Jumat, 12 Februari 2016

OBED EDOM: Hidup Yang Diberkati

OBED EDOM: Hidup Yang Diberkati
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Februari 2016

Baca: 1 Tawarikh 26:4-8

"Mereka sekalian adalah dari keturunan Obed-Edom, yakni mereka sendiri, anak-anak mereka dan saudara-saudara mereka, masing-masing orang yang gagah perkasa, cakap untuk pekerjaan itu, enam puluh dua orang jumlahnya dari Obed-Edom." 1 Tawarikh 26:8

Di zaman sekarang ini ada banyak orang yang tidak lagi menempatkan Tuhan dan perkara-perkara rohani sebagai prioritas dalam hidupnya. Hati dan pikiran mereka semata-mata tertuju kepada hal-hal duniawi. Ibadah, doa dan pelayanan dianggap hal yang tidak penting dan pemborosan waktu saja. Pikirnya, "Banyak orang di luar sana yang tidak beribadah kepada Tuhan hidupnya baik-baik saja, malah sepertinya lebih sukses dan lebih mujur." Namun Tuhan sangat memperhatikan hidup orang benar dan Ia akan membuat perbedaan antara orang yang beribadah kepada-Nya dan yang tidak beribadah.

Kita tidak perlu iri terhadap orang fasik sebab kebahagiaan mereka semu, kemujurannya hanya bersifat sementara. "Karena sedikit waktu lagi, maka lenyaplah orang fasik; jika engkau memperhatikan tempatnya, maka ia sudah tidak ada lagi." (Mazmur 37:10). Karena itu jangan pernah berpikir bahwa ibadah, pelayanan dan jerih lelah kita untuk Tuhan tidak berarti apa-apa. Sesungguhnya semua diperhitungkan-Nya. Obed Edom adalah contoh orang yang menikmati berkat Tuhan secara luar biasa karena ia sangat menghormati hadirat Tuhan, padahal hanya tiga bulan tabut Allah berada di rumahnya (baca 2 Samuel 6:11-12).

Keluarga ini pun menjadi buah bibir dan kesaksian yang baik bagi banyak orang, bahkan beritanya sampai ke telinga raja Daud. Alkitab mencatat bahwa Obed Edom yang sebelumnya tinggal di Kirad Yearim rela pergi ke Yerusalem untuk melayani sebagai penunggu kemah Tuhan, di mana Tabut Allah berada. Ini menunjukkan besar kerinduannya melayani Tuhan dan tinggal dalam hadirat Tuhan. "...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58).

Karena kesungguhannya melayani Tuhan bukan hanya Obed Edom yang diberkati, tetapi sampai ke anak cucunya, bahkan anak-anak Obed Edom disebut pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa dan cakap dalam pekerjaan.

Pemazmur menulis: "...tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;" Mazmur 37:25